-->
  • Jelajahi

    Copyright © PARADIGM
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    OPINI : Semangat Kala Reformasi Dan Dikala Pandemi

    Kusnadiaal
    Minggu, 02 Mei 2021, Minggu, Mei 02, 2021 WIB Last Updated 2021-05-01T21:28:57Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    Oleh : Kusnadi (Anggota PMII Purwakarta dan Mahasiswa STAI Muttaqien)


    Ketika mendengar kata reformasi, tentu kita akan teringat gerakan aksi mahasiswa. Dan tentu kita juga akan teringat runtuhnya Orde Baru yang berkuasa 32 tahun lamanya. Kala itu mahasiswa vis a vis dengan negara. Mahasiswa menjadi garda terdepan dalam gerakan moral berhadapan dengan penguasa.

    Hal itu tidak hanya menjadi peristiwa historik, tapi meninggalkan juga kesan heroik. Bagaimana kala itu mahasiswa sebagai bagian dari kekuatan civil society dengan segala keterbatasannya mahasiswa mampu menumbangkan sebuah rezim kekuasaan yang dengan yang dengan alat kekuasaannya. Bermodal semangat persatuan dan solidaritas mahasiswa bergerak serentak di seluruh pelosok negeri samapi pada akhirnya mampu menduduki gedung DPR/MPR.

    Gejolak politik dan sosial ditambah didukung dengan kondisi ekonomi yang makin terpuruk sehingga situasi nasional makin memburuk. Tentu situasai eksternal (luar negeri) sedikit banyaknya mempengaruhi situasi dalam negeri. Maka tepat di pagi hari pada 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri sebagai presiden setelah berkuasa semenjak 1966.

    Dalam sebuah diskusi virtual, eks ativis reformasi Budiman Sudjatmiko ditanya mengapa pada saat itu mudah untuk membangun kesetiakawanan atau dengan kata lain semangat persatuan dan rasa solidaritas. Menurutnya bahwa pada saat itu ada musuh bersama. Musuh bersama itu adalah kekuasaan yang otoriter. Karena adanya musuh bersama inilah semangat persatuan dan rasa solidaritas mudah terbangun sehingga sampai tiba pada waktunya dimana musuh bersama tersebut berhasil dikalahkan.

    Di tengah bumi kita yang sedang tidak baik-baik saja. Dimana pandemi Covid-19 menyebar merusak seluruh sendi-sendi kehidupan negeri. Bukan hanya merusak kesehatan masyarakat, tetapi juga ekonomi, pendidikan bahkan kehidupan sosial kita. Sudah semestinya kita bisa mengambil pelajaran dari peristiwa gerakan reformasi 1998 silam.

    Pelajarannya bukan menyuruh Presiden Jokowi mundur layaknya Presiden Soeharto dalam puncak gerakan reformasi. Sekali lagi, bukan. Karena musuh bersama kita bukan kekuasaan di bawah pimpinan Presiden Jokowi saat ini, tetapi pandemi Covid-19. Makanya saya merasa aneh ketika di masa pandemi ini, ada beberapa kelompok bahkan seorang eks prajurit TNI dengan pernyataan terbukanya meminta Presiden Jokowi mundur. Bahkan bukan hanya itu, di situasi pandemi ini ada juga kelompok yang masih meneriakkan untuk mengganti system dan ideology negara. Padahal jelas, musuh bersama kita saat ini adalah pandemi Covid-19 bukan? dan bukan Presiden Jokowi.

    Kembali pada soal semangat persatuan dan sodaritas. Modal ini akan menjadi kekuaatan besar bangsa kita untuk menghadapi situasi pandemi saat ini. Bukan hanya bagi Indonesia, tetapi juga dunia yang oleh Yuval Noah Harari menyebutnya sebagai “Solidaritas Global”. Dalam artikelnya yang bertajuk “The World After Coronavirus” ia mengajukan beberapa kunci untuk menghadapi dan memahami dunia di tengah bahkan pasca pandemi ini, salah satunya solidaritas global.

    Menurutnya, baik epidemi itu sendiri maupun krisis ekonomi sebagai akibatnya merupakan masalah global yang dapat diselesaikan dengan efektif hanya dengan membangun solidaritas global. Jika dibawa dalam konteks Indonesia maka itu adalah solidaritas nasional. Semangat persatuan dan rasa solidaritas seluruh masyarakat Indonesia.

    Oleh karena itu kita berharap semangat persatuan dan rasa solidaritas saat pergerakan reformasi 1998 bisa kita transformasikan bersama di situasi bangsa kita saat ini dalam menghadapi musuh bersama yaitu pandemic Covid-19. Bersatu memutus mata rantai penularannya dan bersolidaritas saling membantu meringankan beban masyarakat terdampak. Memberi semangat mereka yang terpapar dan memberi apresiasi mereka yang berjuang di garis terdepan (tenaga medis dan kesehatan).

    Soal pemerintah menghimbau kita untuk bisa berdamai dengan musuh bersama ini (Covid-19) jangan diinterpretasikan secara tekstual atau bahasa saja. Berdamai dalam artian beradaptasi dengan cara dan gaya hidup baru menyesuaikan situasi pandemi, bukan menyerah membiarkan banyak masyarakat terpapar dan banyak korban yang meninggal dunia. Karena sejatinya musuh bersama ini wujudnya tak terlihat dengan kasat mata tetapi bisa kita lewati dengan semangat persatuan dan rasa solidaritas sesama anak bangsa.


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    NamaLabel

    +