-->
  • Jelajahi

    Copyright © PARADIGM
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Dan Brown, Overpopulasi Dan Dilema Ekologi

    Kusnadiaal
    Rabu, 22 April 2020, Rabu, April 22, 2020 WIB Last Updated 2020-04-21T19:57:38Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini


    Tempat tergelap di neraka dicadangkan bagi mereka yang tetap bersikap netral di saat krisis moral.” -Dante Alighieri
    Setiap kelahiran seorang bayi biasanya membawa kebahagiaan, baik bagi kedua orang tuanya maupun bagi kita yang melihatnya. Namun dibalik kebahagiaan itu ada sebuah ancaman bagi masa depan umat manusia. Mengapa? karena setiap kelahiran yang terjadi di dunia ini tidak disertai dengan bertambahnya tempat manusia untuk berpijak. Jumlah manusia terus bertambah, kemajuan teknologi membuat angka harapan hidup manusia semakin panjang, sedangkan luas bumi tidak pernah bertambah sehingga bahaya ledakan penduduk atau overpopulasi menjadi ancaman serius di masa yang akan datang.

    Jadi apa yang harus dilakukan? pembatasan kelahiran bisa saja dilakukan. Namun, itu hanya memperlambat percepatan pertumbuhan penduduk dunia, sehingga ledakan penduduk tetap tak terhindarkan, lalu kemana manusia akan mencari tempat? akankah seperti dalam buku-buku dan film fiksi ilmiah, dimana manusia mencoba mencari tempat yang bisa didiami di luar angkasa raya sana?

    Bencana global akibat ledakan penduduk itulah yang menjadi tema utama dalam novel ke-4 Dan Brown ini. Kali ini Dan Brown menghidupkan seorang sosok antagonis, seorang ilmuwan, doktor ahli rekayasa genetika bernama Dr Zobrist yang sangat peduli akan masa depan kehidupan di bumi jika pertumbuhan penduduk menjadi tidak terkendali.

    Berbeda dengan novelnya yang lain, dalam Inferno Dan Brown mengangkat isu yang benar-benar relevan dengan kemaslahatan hidup umat manusia, yaitu overpopulasi. Hal tersebut diawali dengan diciptakannya suatu virus biologis oleh Bertrand Zobrist. Oleh sebab itu, Robert Langdon, bekerja sama dengan Sienna Brooks dan Elizabeth Sinskey, harus berpacu dengan waktu untuk mendapatkannya kembali sebelum kantong solublon—tempat virus tersebut diletakkan—pecah dan menyebarkan pandeminya ke seluruh dunia.

    Zobrist sendiri dalam novel ini digambarkan sebagai seorang ilmuwan transhumanis radikal yang menyadari benar dampak-dampak overpopulasi terhadap keberlangsungan rantai kehidupan di Bumi. Virus yang diciptakannya tersebut akan memusnahkan setidaknya 3/4 dari populasi manusia saat ini. Gagasan depopulasi itu, menurut Zobrist, akan berimplikasi terhadap keseimbangan kehidupan organisme-organisme di planet ini.

    Cita-cita Zobrist ini sebenarnya adalah cita-cita luhur, mengingat tujuannya yang mengelakkan potensi kepunahan spesies manusia, bahkan bumi itu sendiri. Saya pun tidak dapat menafikan, bahkan mengamini bahwa overpopulasi menjadi biang kerok dari hampir semua masalah-masalah di dunia.

    Peningkatan jumlah populasi manusia yang makin tidak terkendali otomatis akan berdampak pada peningkatan kebutuhan akan pangan, ruang hidup, serta faktor-faktor penunjang kehidupan lainnya. Untuk menjaga kelangsungan hidupnya, manusia sering melakukan eksploitasi terhadap alam. Singkatnya, makin banyak jumlah manusia yang hidup, maka akan makin banyak pula energi yang dibutuhkan untuk menyokong kehidupan. Kebutuhan energi tersebut tentu akan mengeruk ketersediaan sumber daya di alam.

    Ketimpangan antara jumlah populasi dan daya dukung lingkungan tentu akan mempengaruhi kelestarian ekologi. Lahan yang menyokong kehidupan organisme, khususnya manusia, tentunya terbatas dan tidak akan bertambah luas. Jika laju eksponensial pertumbuhan jumlah manusia tidak dapat dikendalikan lagi, maka kebutuhan pengadaan lahan akan meningkat secara drastis pula.

    Demi mengatasi kebutuhan tersebut, manusia akan senantiasa berusaha untuk mengekspansi lahan-lahan yang menunjang aktivitas hidupnya. Maka tak pelak kerap terjadi pembukaan lahan di hutan untuk kawasan permukiman, industri, rekreasi-artifisial, dan lain sebagainya. Pembukaan kawasan untuk tujuan-tujuan di atas akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Menurunnya luas kawasan hutan serta bertambahnya emisi gas yang dihasilkan kegiatan manusia akan menurunkan pasokan oksigen yang ada sehingga terjadilah efek rumah kaca.

    Bukan hanya lingkungan, spesies kita sendiri tentu akan mengalami akibat langsung dari overpopulasi tersebut. Dampak yang tak terelakkan dari aktivitas manusia adalah dihasilkannya tumpukan sampah yang kian menggunung. Beberapa jenis sampah, seperti limbah plastik, styrofoam, dan kaca memerlukan waktu ratusan hingga jutaan tahun untuk terurai. Sehingga sebelum sempat terurai, sampah-sampah tersebut akan berakumulasi dengan tanah yang menjadi media bercocok tanam dan secara tidak langsung menghantarkan toksik-toksik dalam tubuh kita. Tak heran, makin ke depan akan makin banyak penyakit yang dapat diidap manusia akibat lingkungan hidupnya yang berdaya dukung amat rendah.

    Dampak paling parah dari overpopulasi adalah terjadinya kepunahan spesies akibat kompetisi akan kebutuhan pangan dan ruang hidup. Kompetisi tersebut akan mengakibatkan terjadinya seleksi alam. Seperti teori yang telah dikemukakan Charles Darwin, di mana yang mampu berkompetisi serta beradaptasi dengan keadaan lingkungannya akan bertahan hidup, sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan terseleksi sendirinya.

    Sejatinya, virus biologis yang Zobrist ciptakan mengacu pada teori seleksi alam Darwin di atas. Virus tersebut akan mengacak susunan genom sel gamet manusia, sehingga pada individu tertentu yang tidak mampu beradaptasi pada perubahan tersebut akan infertil sedang yang lainnya tetap resisten. Jadi, dapat dikatakan bahwa virus tersebut merupakan metode seleksi artifisial yang diciptakan untuk mempercepat depopulasi spesies manusia.

    Menilik dampak dari overpopulasi yang bergitu masif dan mengglobal, mengapa sebagian besar manusia masih bersikap apatis terhadap masalah ini? Padahal imbasnya akan dirasakan oleh seluruh organisme di dunia tanpa terkecuali. Dalam Inferno, Dan Brown menguraikan mengenai mekanisme penyangkalan atau denial. Sigmund Freud pernah mengemukakan bahwa pikiran manusia memiliki mekanisme pertahanan ego primitif yang menafikan semua realitas yang menimbulkan terlalu banyak ketegangan untuk ditangani otak. Mekanisme penyangkalan tersebut ditengarai menjadi alasan mengapa isu ini belum menjadi inklusi global yang banyak diperbincangkan dan dicari solusinya.

    Kembali kepada prolog yang dinukil dari kredo Dante Alighieri, kita dapat mengapresiasi kapabilitas Dan Brown dalam mendesak kita, sebagai salah satu mata rantai kehidupan bumi, untuk menunjukkan tendensi dan keberpihakan kita menyikapi polemik overpopulasi tersebut. Sebab, dengan berlaku apatis, kita membiarkan bom waktu overpopulasi terus bergulir untuk meledak dan tak menyisakan apa pun dari peradaban saat ini.




    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    NamaLabel

    +