-->
  • Jelajahi

    Copyright © PARADIGM
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Pandemi COVID-19, Antara Nalar Fiqih, Medis dan Aqidah

    Kusnadiaal
    Sabtu, 25 April 2020, Sabtu, April 25, 2020 WIB Last Updated 2020-04-25T12:25:12Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini






    Pandemi Covid-19 atau wabah Virus Corona menyita perhatian banyak orang. Para agamawan pun ikut serta dalam menyikapi masalah ini. Bagaimana peran agamawan, sekaligus perbincangan medis dalam perspektif nalar fiqih dan aqidah? Berikut ulasan Dr. KH Aguk Irawan MN, Penulis Haji Backpacker: Fatwa ulama yang sangat kridibel ilmunya dari kita, sdh diakses luas dan viral, baik dari individu Kiai, MUI, atau yang versi Al-Azhar atau dari ulama Arab Saudi. Logika fiqih, baik dzonni dan qot'i sdh diminta dengan detail. Begitu juga menjelaskan dan nalar Medis, mulai dokter spesialis, Kemenkes juga badan tertinggi kesehatan dunia (WHO). 

    Lebih dari itu sejarah islam di masa lalu juga turut memberikan andil dalam memberi arahan terkait wabah ini, dua kontribusi yang penting adalah buku Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam karya Abdus Salam Harun yang mengisahkan Rasulllah yang membantu Aisyah menjenguk membantu sendiri karena Abu Bakar yang meminta wabah. Sebenarnya kisah ini bersumber dari Aisyah sendiri, dan ulama hadis mengkatagorikan hadis shahih. Selain itu tentu saja kisah Sayyidia Umar yang viral itu, yaitu dia dan rombongan yang memutuskan tidak berhasil perjalannya ke Syam dan kembali ke Madinah. Buku yang membahas tentang kitab al-Musnad karya Imam Ahmad bin Hambal, kitab al-Muwatha'karya Imam Malik, dan kitab Shahih al-Bukhari karya Imam al-Bukhari.

    Semua sudah dijaskan dengan komplit. Dalil naqli juga aqli. Yang perlu disoroti tidak berkerumun, tidak perlu lagi orang yang berniat baik ke Masjid atau mendatangi majelis taklim atau silaturahmi yang harus sunah yang didukung, ditayangkan, misal shalat jumat, tapi tolak ukurnya adalah kompilasi berkerumun atau silaturahmi yang bisa jadi perlu madharat mencari mobil kita juga orang lain, inilah titik tekannya. 

    Karena itu Nabi pernah dikeluarkan, Aisyah Ra. menjemput kompilasi APA YANG DAPAT DIBERIKAN? Disitulah kiranya Firman Allah dalam Surat Al-Baqoroh, 195 menemukan konteksnya: وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُُاااُا 
    Dan belanjakanlah (mengambillah) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan melakukan yang baiklah, karena sungguh Allah SWT suka orang-orang yang mengerjakan dengan baik. 

    Ayat diatas juga menemukan konteksnya dengan hadits Nabi yang menjadi kaidah ushul fiqh: La darar wa la dirar "لاضرر ولاضرار". Darar adalah tindakan yang bisa menyebabkan kerusakan pada orang lain. Sementara dirar adalah dampak yang lain yang membuat kerusakan, baik disengaja juga tidak. Maka tidak bisa dibiarkan, sebab kerusakan harus dihapus, meski diisyaratkan mengandung kebaikan. 

    Kaidah ini dapat diterapkan dalam upaya perbaikan viros Covid 19 yang sedang menjadi momok dunia. Jika tidak, maka virus itu akan membuat bahaya, menambah kerusakan dan menambah kenyamanan.   Dari cabang ke kaidah di atas oleh ulama ushul dirinci menjadi 5 yaitu:
    Kerusakan ditolak sebisa mungkin (الضرر يدفع بقدر الإمكان).
    Kerusakan dapat dihilangkan 
    (الضرر يزال.)
    Kerusakan yang parah dihilangkan dengan kerusakan yang lebih ringan (الضرر الأشد يزال بالضرر الأخف).
    Kerusakan yang khusus ditangguhkan untuk kerusakan yang umum
    (يتحمل الضرر الخاص لدفع الضرر العام).
    Menolak kerusakan lebih dari mendatangkan kebaikan 
    (درء المفاسد أولى من جلب المصالح).
    Tapi sekarang, apakah ada yang suka dengan nalar sejarah islam, fiqih atau nalar medis? 

    Dan, mereka lebih dominan menggunakan nalar aqidah? Masalah kematian dan sakit itu soal takdir? Keadaan Darurat, lalu sudah siap dan munajat bersama? Nalar aqidah ini memang tidak salah, tetapi jika terlalu dominan, bisa menabrak nalar sejarah islam, fiqih dan medis. 

    Inilah pembicaraan. Sementara kata Imam 'Izzudin bin Abi Salam (w. 660 H./1262 M), antara fiqih, sains logika (medis) dan aqidah punya nalar sendiri. Logika fiqih dan sains ada di masyarakat wiliyah, sementara aqidah ada di wilayah privat. Sebaliknya tidak pernah menentang jika kita menggunakan nalar fiqih dan sain lebih dahulu, dan sebaliknya, digunakan sebaliknya dan dibuat nalar publik. Kenapa demikian? 

    Sebab nalar fiqih dan sains lebih menyandarkan pada al-hukm al-'adi (umum), yaitu suatu ikhtiar yang tidak mempersulit hasil yang dilaksanakan.   وإنما اعتمد عليها -أي الظنون- لأن الغالب صدقها عند قيام أسبابها. (القواعد الكبرى: 1/6). (Meski nalar fiqih dan medis masih berfungsi dzan (sangkaan). Kita tidak bisa melepaskan dari itu, karena itu berlaku umum, sebab dan akibatnya terukur dan teruji secara nyata). Meski demikian, saya pribadi meyakini bahwa nalar aqidah bisa membuat kekebalan tubuh pada penyakit. Wallahu'alam bishawab. 

     
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    NamaLabel

    +