-->
  • Jelajahi

    Copyright © PARADIGM
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Sapere Aude Vis-a-vis Group Think Theory

    Kusnadiaal
    Senin, 04 Mei 2020, Senin, Mei 04, 2020 WIB Last Updated 2020-05-04T00:38:21Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini


    (photo: picart)

    Pernahkan sahabat sekalian terdiam dalam forum diskusi, musyawarah atau kepanitiaan? Entah itu karena sungkan, tidak berani atau takut dalam mengeluarkan pendapat kalian. Padahal dalam hati kamu ingin sekali berbicara dan mengeluarkan uneg-uneg.

    Ya, Penulis acapkali menemui fenomena seperti itu. Bahkan sering mengalaminya hehe.

    Lantas yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa sering sekali fenomena itu terjadi disekitar kita? Hal ini terjadi karena dalam forum yang sifatnya berisi sekelompok individu yang sedang merumuskan sesuatu, cenderung didominasi oleh sekelompok minor yang bersuara mayor, disisi lain ada sekelompok mayor yang berusara minor, atau bahkan tidak bersuara sama sekali. Fenomena seperti ini lazim disebut istilahnya sebagai Group Think Theory.

    Teori ini lahir dari buah pemikiran Irving L. Janis. Ia menggunakan term ‘Group think’ sebagai fenomena berpikir irrasional sekelompok orang yang sifatnya ‘mengamini’ pendapat individu/ sekelompok orang lain yang mendominasi–yang mana pendapat kelompok individu yang mendominasi nantinya akan dijadikan sebagai keputusan yang menjadi representasi atau hasil konsensus dari kelompok tersebut.

    Janis juga menyebutkan bahwa tidak sedikit keputusan atau konsensus dari yang dibuat secara 'group think' ini berlawanan dengan idealisme anggota kelompok yang ‘mengamini’ tadi.

    Berkaca pada apa yang dikatakan Janis, menurut penulis, konsensus yang dihasilkan dari suatu kelompok sebenarnya bukan benar-benar konsensus, namun disensus yang diarahkan oleh kelas yang mendominasi kearah konsensus.

    Menurut Janis, gejala 'group think' disebabkan oleh beberapa syndrom. Pertama adalah syndrom kekebalan diri (illusion of invulnerabillity syndrom’s), dimana pada situasi ini ada sebuah individu/sekumpulan individu dalam suatu kelompok merasa lebih pintar dari anggota kelompok lain. Kedua adalah syndrom ilusi anomitas, dimana pada situasi ini ada sebagian individu yang ragu dengan keputusan yang diambil oleh kelompoknya, namun ia tidak cukup berani untuk mengungkapkan argumennya. Hal ini terjadi karena tekanan-tekanan yang diberikan oleh sekelompok individu yang mendominasi suatu kelompok tadi.

    Fenomena group think sudah sepatutnya dijauhkan dari kelompok-kelompok yang sedang berunding untuk mengambil keputusan. Pasalnya fenomena ini berimplikasi pada pengambilan keputusan yang sifatnya irrasional. Karena individu/sekumpulan individu yang mendominasi secara sadar atau tidak sadar telah menegasikan rasionalitas anggota/individu lain dalam kelompok.

    Individu yang mempunyai argumentasi atau rasionalitas yang berbeda dengan argumentasi yang mendominasi sudah seharusnya ‘membangkang’ dan berani untuk mengeluarkan rasionalitasnya. Jangan diam dan mendiamkan, karena tidak baik pada kelangsungan kelompok/organisasinya, pasalnya keputusan yang dihasilkan kelompok tersebut cenderung ‘dipaksakan’. Selain itu diam dan mendiamkan juga akan berefek pada ‘kebaperan’ dalam individu tersebut, ia akan uring-uringan, pusing tujuh keliling karena merasa menghianati idealismenya sendiri.

    Lantas apa yang harus dilakukan kemudian?

    Sapere Aude! Kata Immanuel Kant. Setiap individu harus berpikir secara mandiri. Jangan gampang terbawa arus yang ada. Jika punya argumentasi ataupun pendapat yang berbeda dengan kelompokmu/lain. Ada baiknya disampaikan. Tak masalah jika argumentasimu di akomodir atau tidak. Setidaknya kamu telah memiliki keberanian untuk mengemukakan isi dari pikiranmu.

    Keberanian dalam mengemukakan suatu gagasan inilah yang di apresiasi oleh Immanuel Kant. Menurut Kant, kunci dari pencerahan akal budi adalah berani berpikir bebas. ‘Sapere Aude! Milikilah keberanian untuk menggunakan pengertian anda sendiri’.

    Melalui esai ini Kant juga mematahkan anggapan bahwa untuk menggunakan pikirannya sendiri, tiap individu harus lebih tahu dan pintar terlebih dahulu, bahwa untuk berpikir bebas dan merdeka, kamu tak perlu jadi ketua organisasi, kuliah s2 diluar negeri, dosen atau pintar filsafat terlebih dahulu. Socrates pernah bilang bahwa manusia adalah mereka yang mau berpikir.

    Diperlukan suatu keberanian lebih memang dalam mengimplementasikan doktrin ‘Sapere Aude’, apalagi jika doktrin ini dihadapkan pada individu yang terbiasa dalam budaya legowo (red;Jawa) bin manut. Ya, bagaimana lagi ‘berani’ sudah merupakan harga mati. Pasalnya, keberanian merupakan hal yang fundamental untuk melakukan counter hegemoni terhadap pemahaman yang mapan/dominan.

    Tak usah anda pedulikan mereka yang diam dan mendiamkan ketika fenomena group think terjadi. Mereka yang tidak berani berpikir bebas dan merdeka, dan tergantung atau manut terhadap keputusan mayoritas, menurut Kant adalah seorang yang pemalas dan pengecut. Jangan hanya jadi ikan mati yang akan hanyut terbawa arus. Jadilah karang yang tetap tegar walaupun arus dan gelombang terus menghantam.

    Referensi

    Janis, I. L. (1982). Groupthink: Psychological Studies of Policy Decisions and Fiascoes. Boston: Houghton Mifflin.

    Russell,Betrand.2002. Berpikir ala Filsuf .terj,Basuki Heri Winarno.
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    NamaLabel

    +