-->
  • Jelajahi

    Copyright © PARADIGM
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Idul Fitri Dan Kepongahan Dalam Beragama

    Kusnadiaal
    Sabtu, 23 Mei 2020, Sabtu, Mei 23, 2020 WIB Last Updated 2020-05-23T01:48:39Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    Sumber : initiatifnews
    Sumber : initiatifnews

    Hari ini Ramadhan tiba pada penghujungnya, beberapa jam lagi masyarakat muslim menjemput kemenangan setelah 30 hari kurang lebih berpuasa. Takbir akan dikumandangkan; orang-orang mulai membeli baju baru; tercium sana-sini bau rendang, ayam kecap, dan wabilkhusus di kampung saya setiap rumah, kita akan menemukan kepulan-kepulan asap karena masyarakat mulai memasak untuk lebaran.

    Iedul Fitri mempunyai tradisi dengan solidaritas sosial yang tinggi syaratnya adalah keterlibatan banyak orang--saling bersapa bukan sekedar lisan, tapi saling berjabat tangan bahkan ada yang sambil mencium pipi kanan dan kiri, biasanya dilakukan antar saudara yang sangat dekat; naik turun rumah untuk bersilaturahim.

    Hal-hal demikian adalah vis a vis dengan pencegahan penularan Covid-19. Karena kita sangat diharuskan untuk melakukan physical distancing untuk menghindari bahkan memutuskan mata rantai penularan pandemi Covid-19.

    Ied mempunyai arti sebagai kembali atau juga merayakan, kemudian fitri mempunyai arti sebagai suci. Maksudnya adalah setelah menjalani puasa selama sebulan, tiba saatnya pada titik sublim yaitu merayakan kemenangan. Iedul Fitri ditandai ditandai simbol peribadatan tertentu seperti salat Ied, meminjam opini di arrahim.id yang ditulis oleh Zayyidan dalam bahwa salat Ied merupakan akhir perjalanan spiritual Ramadhan.

    Baca juga : Islam Nusantara: Islam lokal dengan ambisi global?
    Salat Ied ini biasanya dilakukan secara berjemaah bisa dilakukan di lapangan ataupun di masjid. Saking banyaknya kerumunan jemaah maka bisa melebihi jemaah salat tarawih pada bulan Ramadhan.

    Dalam menghadapi pandemi Covid 19-ini, Pemerintah, MUI, Muhammadiyah dan NU telah mengeluarkan himbauan bahwa salat Ied pada lebaran tahun ini dilaksanakan di rumah masing-masing dan dilarang untuk melaksanakannya di lapangan ataupun masjid yang melibatkan kerumunan.

    Wabilkhusus NU dan Muhammadiyah bahkan telah memuat di media-media tentang tata cara pelaksanaan shalat Ied di rumah, mulai dari bacaan surah hingga penyediaan teks khotbah Iedul Fitri. Larangan yang dikeluarkan pemerintah mengenai pelaksanaan salat Ied merupakan kebijakan untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Sangat dimungkinkan bahwa ketika dilaksanakan shalat Ied secara berjemaah maka kasus positif Covid-19 akan semakin naik, padahal semua sangat mengharapkan bahwa kasus positif di Indonesia akan segera usai.

    Meski sudah ada larangan yang telah dibijaki oleh pemerintah dan organisasi kemasyarakan Islam, masih ada fragmen-fragmen di lapangan yang tetap ngotot dan kekeuh ingin melaksanakan shalat Ied secara berjemaah. Di kampung saya semenjak beberapa hari lalu hingga hari ini terus beredar wacana beberapa masjid yang kekeh melaksanakan shalat Ied secara berjemaah. Logika yang sering dipakai adalah “biarpun Covid-19, shalat Iedul Fitri satu tahun satu kali”.

    Bahkan hal demikian dipimpin oleh para tokoh agama yang ada di kampung. Mereka sebagai pemimpin agama bukan mengajak jamaahnya untuk patuh agar kita bisa keluar dari bencana kemanusiaan ini, namun sikap beragama mereka sangat ...; mengklaim bahwa pendapat mereka adalah benar.

    Para pemimpin ini kemudian bukan membuat agama sebagai jalan menuju keselamatan bersama justru membuat agama ini menjadi bencana, alih-alih melaksanakan ibadah, justru akan menjerumuskan jemaahnya pada virus ini. Alih-alih merayakan kemenangan justru merayakan malapetaka.

    Kesadaran yang mendalam dalam beragama perlu selalu dimiliki oleh para pemimpin yang dianggap tauladan bagi jemaahnya, maka inilah yang membuat Islam senapas dengan kemanusiaan bukan kebencanaan ataupun malapetaka bukan!

    Di masa sulit ini kita jangan seolah-olah mempertentangkan agama dengan konteks yang sedang terjadi, logika pelarangan yang dibangun oleh pemerintah merupakan upaya untuk menyelamatkan nyawa manusia selaras dengan napas Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

    Di tengah pandemi seperti ini ibadah harusnya menjadi perintah yang fundamental dalam menjauhi malapetaka, dalam Al-Qur'an yang berbunyi “sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatam keji dan munkar". Ayat tersebut sangat baik sekali memerintahkan tentang esensi dari sebuah ibadah.

    Kiranya dalam menghadapi pandemi, ayat ini sangat relevan dengan tindakan menjauhi kerumunan dan menerapkan physical distancing. Ayat ini mengajak kita untuk tidak sekedar beribadah namun perlunya aktualitas dalam ibadah tersebut. Islam kemudian bukan sekedar mengajak kita untuk berbuat tetapi mengajak untuk berpikir dan merenung tentang segala apa yang terjadi. Iedul Fitri sebagai perayaan kemenangan tidak akan keluar dari esensinya meski kali ini dijalankan dengan cara yang berbeda.

    Mohon maaf lahir dan batin.



    Insfirasi : kompasiana

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini

    NamaLabel

    +